Sinden Muda di Ranah Arkeologi: Kisah Inspiratif Ervita Ninda Iswantari

 

Ervita Ninda Iswantari, atau yang akrab disapa Ninda, lahir di Gunungkidul pada 18 Juni 2002. Ia merupakan mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada angkatan 2020, dengan minat yang kuat terhadap bidang seni, khususnya seni vokal dan tradisi Jawa. Sejak kecil, dunia seni telah menjadi bagian penting dalam perjalanan hidupnya.

Sejak duduk di Taman Kanak-Kanak, Ninda telah menunjukkan bakat dan keberanian dalam bernyanyi. Ia sering mengikuti lomba menyanyi baik lagu nasional maupun lagu dolanan, yang menjadi awal perjalanannya di dunia vokal. Kecintaannya terhadap musik terus tumbuh hingga masa SD, SMP, dan SMA, di mana ia aktif mengikuti kegiatan paduan suara dan karawitan. Keterlibatan tersebut menumbuhkan rasa cinta terhadap seni tradisional dan memperkenalkannya pada kekayaan budaya Jawa, khususnya dalam hal vokal dan karawitan.

Perjalanan Ninda dalam menekuni vokal tradisional atau sindhenan dimulai ketika ia masuk kuliah tahun 2020 di Jurusan Arkeologi UGM. Keinginannya untuk lebih mengenal budaya Jawa secara mendalam membuatnya bergabung dengan UKM Swagayugama, unit kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang seni karawitan. Motivasi utamanya sederhana namun bermakna: ia ingin merasakan pengalaman tampil di Keraton Yogyakarta, tempat yang sakral bagi pelaku seni tradisi.

Ninda mulai bergabung dengan UKM Swagayugama pada akhir tahun 2020, di masa pandemi COVID-19, ketika seluruh kegiatan masih dilakukan secara daring. Meski kondisi saat itu penuh keterbatasan, semangatnya untuk belajar dan berproses tidak pernah padam. Setahun kemudian, pada tahun 2021, ia mendapat kesempatan berharga untuk tampil dalam Pentas Ambal Warsa UKM Swagayugama, sebuah pementasan besar tahunan yang diadakan secara hybrid (daring dan luring). Sejak saat itu, Ninda terus aktif dalam berbagai kegiatan pementasan UKM Swagayugama hingga tahun 2025.

Dedikasinya terhadap seni membuat Ninda dipercaya untuk memimpin organisasi tersebut. Pada tahun 2022, ia diamanahi menjadi Ketua UKM Swagayugama selama satu periode kepengurusan. Dalam masa jabatannya, UKM tersebut mendapatkan banyak tawaran pementasan karawitan, baik di tingkat universitas maupun di luar kampus. Kondisi ini menjadi momen penting bagi Ninda untuk semakin mendalami gending-gending karawitan Jawa, memperluas wawasan musikalnya, serta memperkuat pemahaman tentang sindhenan gaya Yogyakarta. Pada tahun ini juga Ninda berkesempatan untuk mengikuti Pentas Kraton untuk yang pertama kali, sebuah pencapaian yang diimpikan dari awal masuk kuliah akhirnya tercapai.

Setelah masa kepemimpinannya di UKM Swagayugama berakhir, Ninda kembali mendapat kepercayaan untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar, yaitu menjadi Koordinator Sekber Seni FORKOM UKM UGM pada tahun 2023. Melalui peran ini, ia berinteraksi dengan berbagai komunitas seni lintas bidang di lingkungan universitas, memperluas jaringan, dan memperkuat semangat kolaborasi antar pelaku seni muda.

Tidak berhenti di dunia sindhenan, pada tahun 2022 Ninda mulai menjelajahi genre musik lain. Ia mencoba menjadi vokalis band, penyanyi keroncong, dan penyanyi campursari. Langkah ini menunjukkan keberanian dan fleksibilitasnya sebagai musisi muda yang tidak hanya ingin menjaga tradisi, tetapi juga menjembatani antara musik modern dan tradisional.

Meski begitu, Ninda menyadari bahwa menjadi sinden muda tidak selalu mudah. Di mata sebagian generasi muda, profesi sindhen sering kali dianggap kuno, mistis, atau bahkan memalukan — bernyanyi lagu Jawa, mengenakan busana jawa dan bersanggul, serta tampil dalam konteks budaya tradisional dianggap tidak modern. Namun bagi Ninda, pandangan seperti itu justru menjadi tantangan tersendiri. Ia menganggap profesi ini sangat berharga dan bermakna, karena sindhen merupakan penjaga warisan budaya yang kini semakin langka.

“Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan meneruskan para sinden senior?” begitu ujarnya dengan penuh semangat. Ia percaya bahwa melestarikan seni tradisi bisa dimulai dari hal sederhana, seperti mendengarkan gending-gending Jawa. “coba deh sedikit menyisipkan satu atau dua gending jawa di playlist temen-temen, rasanya menyejukkan sekali” tambahnya.

Sebagai mahasiswa Arkeologi, Ninda juga kerap mendapat pertanyaan dari orang-orang sekitarnya: “Kuliah di Arkeologi kok malah nyinden? Bukannya nggak relevan sama jurusannya? Oh tak kira anak sastra jawa? Oh ugm ada jurusan seni ya? Tidak disangka jebul jurusan Arkeologi?” dan banyak lagi pertanyaan lain yang ditujukan kepada Ninda. Ia menanggapi dengan bijak bahwa arkeologi tidak hanya berbicara tentang benda mati, tetapi juga tentang budaya hidup. Bagi Ninda, seni tradisional seperti karawitan dan sindhenan adalah bentuk nyata dari “arkeologi hidup” jejak masa lalu yang masih bernapas dan berkembang hingga kini.

Selain itu, dunia vokal juga menjadi bagian penting dari passion dan profesinya. Ia merasa beruntung karena dapat menjadikan hobinya sebagai sumber penghasilan. “Senang sekali rasanya bisa melakukan hobi sekaligus mendapatkan penghasilan. Capek itu pasti tapi jadi tidak berasa capeknya karena semuanya dilakukan dengan hati,” tuturnya.

Bagi Ninda, menyanyi bukan sekadar hiburan, melainkan tanggung jawab budaya. Ia berharap semakin banyak generasi muda yang berani menekuni seni tradisi, menjaga warisan leluhur, dan menjadikan kebudayaan Jawa tetap hidup di tengah arus modernisasi. Dari seorang anak kecil yang suka menyanyi, Ninda tumbuh menjadi sosok sinden muda yang berdaya, mencintai budaya, dan terus berproses menjaga harmoni antara masa lalu dan masa kini melalui suara dan irama yang lahir dari hatinya.

Ninda juga aktif berkiprah di dunia event dan kebudayaan. Saat masuk kuliah dia aktif berkontribusi di organisasi internal dan eksternal UGM dalam produksi event. Sejak tahun 2024, ia menekuni profesi sebagai crew wedding organizer, di mana ia telah berhasil menghandle puluhan acara pernikahan dengan berbagai konsep dan skala. Pengalaman ini membentuk ketelatenan, kemampuan komunikasi, serta kepekaan Ninda terhadap detail dan estetika, menjadikannya sosok yang profesional dan dapat diandalkan dalam setiap momen istimewa yang ia bantu wujudkan.

Pada tahun 2025, Ninda memperluas kiprahnya di bidang pelestarian budaya dengan bergabung menjadi Dimas Diajeng Gunungkidul periode 2025–2027. Melalui peran ini, ia berkomitmen untuk turut serta mempromosikan potensi wisata, budaya, dan kearifan lokal Gunungkidul. Keterlibatannya mencerminkan semangatnya dalam menggabungkan profesionalitas di dunia event dengan dedikasi terhadap kebudayaan daerah, serta menjadi representasi generasi muda yang berdaya, berbudaya, dan berkontribusi nyata bagi masyarakat.

Perjalanan hidup Ervita Ninda Iswantari mencerminkan perpaduan antara kecintaan terhadap seni, dedikasi pada budaya, dan semangat untuk terus berkembang. Dari seorang anak kecil yang gemar bernyanyi hingga menjadi sinden muda, organisatoris, dan duta budaya daerah, Ninda menunjukkan bahwa menjaga warisan leluhur bukan berarti menolak kemajuan, melainkan menautkan masa lalu dengan masa kini melalui karya dan aksi nyata. Budaya tidak akan pernah hilang selagi masih ada generasi yang mencintai dan menjaganya dengan sepenuh hati.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*